13 October 2008

DIPECUNDANGI KARYAWAN SENDIRI: SEBUAH PARADOKS

Karyawan Pecundang

Untuk kali ketiga saya merasa di pecundangi oleh karyawan sendiri. Usaha yang belum lagi seumur jagung kembali ditinggalkan karyawan, fuih sesak dada ini. Beruntung masih ada mister D yang pantang menyerah secara solo setia melayani pelanggan kami.

Karyawan pertama kami Mister A, mengeluhkan gajinya yang minim sehingga 2 hari bekerja langsung tidak masuk, kemudian hanya bertahan 2 minggu saja.

Berikutnya Mister B, ini lebih tragis. Mengemis-ngemis minta bekerja dengan bayaran berapa pun, eh pas bekerja hanya bertahan 1 hari saja, bahkan ketika diminta untuk datang mengikuti pelatihan mister B ini tidak datang. Ampuuun

Terakhir Mister K, berperawakan perlente dan harum ,sebelumnya pernah kami tolak di mistervicks karena kami melihat bahwa yang bersangkutan kurang motivasi. seperti mister B, mister K berulang kali mengirimkan SMS menginginkan pekerjaan dan menyatakan tidak akan membuang lagi kesempatan yang saya berikan. Nyatanya setelah kami beri kesempatan kedua, baru 2 minggu bekerja sudah tidak kuat. Alasan bermacam-macam, dari mulai malu karena harus menenteng-nenteng gembolan berisi roti dan daging, tidak enak badan dan terakhir ada keperluan ke Jakarta.

Dari ketiga purnawirawan Mister tersebut semuanya adalah warga / tetangga di lingkungan saya tinggal. Semula saya ingin mematahkan stigma pemalas dari pemuda kampung saya, stigma ini melekat dari banyaknya pemuda yang putus sekolah tetapi tidak memiliki kegiatan positif. Taraf kehidupan secara ekonomi pun masih rendah. Tetapi tidak ada keinginan nyata dan sungguh untuk merubah nasibnya sendiri. Padahal jelas-jelas jika kita ingin merubah nasib hanya diri kita sendiri yang mampu merubahnya.

Sebagai Perbandingan

Pengalaman saya ketika pertama kali bekerja, ditahun 1997-1998 semasa masih mahasiswa diploma IPB saya bekerja di warnet dengan gaji Rp. 100.000. Saya merasa senang walaupun dengan penghasilan seperti itu. Ada penghasilan lain yang saya peroleh, yaitu ilmu komputer. Saya tidak perlu kursus untuk memahami berbagai aplikasi komputer, bahkan saya bisa memakai komputer 24 jam semau saya. Dengan bekal penguasaan aplikasi komputer membuat saya banyak teman yang membutuhkan keahlian saya, bahkan saya mengenal orang-orang penting dari pelanggan rental komputer. Saya pun terdidik bagaimana mencari uang.

Setelah menamatkan S1 di Unibraw, Tahun 2000 saya bekerja di BPR, Bank Perkreditan Rakyat di Bogor dengan gaji pertama Rp. 292.000. Pukulan telak pertama saya, dengan idealisme masih tinggi seorang Sarjana Pertanian dengan terpaksa menandatangani kontrak kerja dengan upah tidak logis. Ternyata Allah berkehendak lain, BPR menjadi kawah candradimuka bagi saya. Menangani pembiayaan Mikro (pengusaha kecil), saya menjadi mengetahui seluk beluk berbagai usaha mikro. Berbagai karakter nasabah pernah saya jumpai, mulai dari yang bersikap manis ketika pertama kali ingin meminjam, sampai dengan orang yang ngajak tawuran karena ditagih.

4 tahun di BPR menjadi bekal saya menggapai cita-cita menjadi salah satu dari penumpang gerbong terdepan menegakkan ekonomi syariah. Sekarang saya berada di salah satu deretan gedung-gedung utama Jl. MH Thamrin, menjadi bagian dari Bank Syariah terbesar Bank Syariah Mandiri sejak tahun 2004. Walaupun dari segi kebutuhan ekonomi belum terpenuhi, tapi cita-cita saya hijrah dari ekonomi kapitalis ke ekonomi syariah sudah terwujud.


info dahsyat lainnya di
http://mistervicks.blogspot.com/ punya blog multiply kunjungi juga http://mistervicks.multiply.com/

No comments:

Post a Comment